Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa salah satu persoalan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bendungan atau waduk, serta fasilitas lainnya adalah pengadaan tanah. Pembangunan infrastruktur yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia ini membutuhkan tanah, sehingga mekanisme pengadaan tanah memegang peran krusial dalam mendukung pembangunan infrastruktur nasional.
Regulasi yang mengatur pengadaan tanah sudah ada sejak tahun 1990-an. Pada tahun 1993, guna menjalankan kegiatan pengadaan tanah, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kemudian pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum.
“Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pengadaan tanah masih banyak yang tidak tuntas. Ada jalan tol yang belum tersambung di satu lokasi, selain itu pengadaan tanah juga menimbulkan konflik pertanahan. Penilaian ganti kerugian tanah milik masyarakat juga masih berbasis Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat, yang nilainya jauh dari market price, sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat.
Pada tahun 2012, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. “Setelah adanya undang-undang tersebut, pelaksanaan pengadaan tanah sudah menjadi lebih baik. Walau begitu, masih terdapat kendala, antara lain adanya dokumen perencanaan pengadaan tanah yang didukung oleh data serta anggaran yang tidak akurat. Kemudian penetapan lokasi yang diterbitkan oleh Gubernur belum sesuai dengan tata ruang, akibatnya ada penolakan dalam pelaksanaan.
Selain itu, apabila izin pelepasan objek pengadaan tanah yang masuk ke kawasan hutan, tanah wakaf, Tanah Kas Desa (TKD), tanah aset instansi, pelepasannya butuh waktu yang lama. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah memberikan terobosan dalam pelaksanaan pengadaan tanah sehingga apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dapat diatasi.
Selain itu, pada Pasal 123 Undang-Undang Cipta Kerja juga mengamanatkan untuk konsinyasi dalam penyelesaian ganti rugi di Pengadilan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 14 hari. Untuk penetapan lokasi dalam skala kecil dapat ditetapkan oleh Bupati dan Wali Kota dan untuk ganti rugi untuk tanah kas desa serta tanah wakaf, nilai ganti kerugian bersifat final dan mengikat.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang baru ini, akan membantu menyelesaikan masalah yang terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan.